Dua gelar kini melekat pada Candi Borobudur, sebagai Warisan
Dunia UNESCO dan Guinness World Records sebagai situs arkeologi candi Budha
terbesar di dunia.
Terlepas dari kemegahan dan keindahan Borobudur, lengkap dengan
relief yang penuh kisah dalam agama Budha, sejumlah misteri masih melingkupi
candi ini.
Pada tahun 1814, atas jasa Gubernur Jenderal Britania Raya,
Thomas Stamford Rafffles, candi yang selama berabad-abad terkubur di bawah
gundukan tanah, menjadi serupa bukit penuh semak belukar dan ditumbuhi pohon,
mulai jadi perhatian pemerintah kolonial. Raffles juga lah yang pertama kali
menuliskan nama "Borobudur" dalam bukunya, History of Java. Tak jelas
asal mula nama itu.
Borobudur yang misterius itu diakui oleh Direktur Utama Taman
Wisata Candi (TWC) Borobudur Prambanan Ratu Boko (Persero), Purnomo
Siswoprasetjo.
Salah satunya, bagaimana cara Borobudur itu dibangun. Dari mana
asal batu-batu besar material candi dan teknologi apa yang digunakan untuk
mengangkat dan menyusunnya dengan presisi dan desain arsitektur yang
mengagumkan.
"Apakah batu itu berasal dari Gunung Merapi, terus
bagaimana membawanya dari Merapi menuju lokasi candi masih misteri," kata
Purnomo kepada VIVAnews, Kamis, 5 Juli 2012.
Tak hanya asal batu, di mana pembuat Borobudur mengukir dan
memahat batu juga masih belum diketahui. Para arkeolog masih mencari dimana
bengkel para seniman. "Mengukir dan memahat batu sedemikian besar
ukurannya dan jumlahnya banyak, belum diketahui di mana tempatnya," terang
dia.
Letak Borobudur yang tak biasa, berada di atas bukit,
dikelilingi dua pasang gunung kembar -- Sindoro-Sumbing dan Merbabu-Merapi,
sementara candi lain dibangun di tanah datar juga menjadi teka-teki yang belum
terjawab.
Pada tahun 1931, seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha,
W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Daratan Kedu -- lokasi Borobudur
menurut legenda Jawa, dulunya adalah sebuah danau purba. Borobudur dibangun
melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Ini sebuah
hipotesa yang menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan saat itu.
Van Bemmelen dalam bukunya "The Geology of Indonesia"
menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan besar tahun 1006 telah
menutupi danau Borobudur menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini hingga
lenyap dari sejarah.
Fakta geologi juga memberi dukungan pada pendapat itu. "Di
sekitar candi terdapat sumur yang airnya asin. Tapi yang sumurnya asin tidak di
semua daerah, hanya di titik tertentu," tutur Purnomo soal dugaan
Borobudur dibangun di tengah danau purba.
Dia menambahkan, pertanyaan itu juga yang menarik banyak ilmuwan
asing berdatangan, untuk melakukan penelitian. "Banyak para ahli dari luar
negeri seperti dari Jepang yang datang ke Candi Borobudur khusus untuk meneliti
danau purba itu. Mereka biasa tinggal selama satu minggu hingga dua minggu,"
kata dia.
Salah satu cara untuk mengungkap misteri danau purba itu dengan
meneliti sungai-sungai yang berada di sekitar Borobudur, termasuk Sungai Progo
dan Elo. Juga pada masyarakat yang tinggal di sekitar candi.
"Semua pertanyaan-pertanyaan itu masih tersimpan semua.
Kita menunggu kajian dari arkeolog untuk mengungkap misteri itu," ucap
dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar