12. Tergesa-gesa
dalam shalat.
Sebagian
imam-imam masjid dalam shalat tarawih amat tergesa-gesa dalam shalatnya. Mereka
melakukan gerakan-gerakan dalam shalatnya dengan amat cepat, sehingga
menghilangkan maksud shalat itu sendiri. Mereka dengan cepat membaca ayat-ayat
suci Al- Qur'an, padahal semestinya ia membaca secara tartil. Mereka tidak
thuma'ninah (tenang) ketika ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk
antara dua sujud, ini adalah tidak boleh dan shalat menjadi tidak sempurna
karenanya.
Seyogyanya setiap imam thuma'ninah ketika berdiri, duduk, ruku', sujud, bangun
dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud.
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada orang yang tidak thuma'ninah dalam
shalatnya, artinya: "Kembalilah, lalu shalatlah
karenasesungguh-nya engkau belum shalat."(Muttafaq Alaih).
Dan
seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni ia tidak
menyempurnakan ruku', sujud dan bacaan dalam shalatnya.
Shalat
adalah timbangan, barangsiapa menyempurnakan timbangannya maka akan
disempurnakan untuknya. Sebaliknya, barangsiapa curang maka Neraka Wail-lah
bagi orang-orang yang curang.
13. Memanjangkan
doa' qunut,
Berdo'a
dengan do'a-do'a yang bukan dituntunkan Nabi shallallahu alaihi wasallam, hal
yang terkadang membuat bosan dan keengganan para makmum shalat bersamanya.
Sebenarnya,
do'a yang dituntunkan Rasul shallallahu alaihi wasallam dalam qunut witir
adalah ringan dan mudah. Dari Hasan bin Ali radhiallahuanhuma , ia berkata:
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat
yang aku ucapkan (sebagai do'a) dalam qunut witir yaitu:
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang Engkau beri
petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana orang yang Engkau beri ampunan,
uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus, berilah berkah apa yang Engkau
berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan qadha' (ketentuan)Mu,
sesungguhnya Engkau yang menentukan qadha' dan tidak ada yang memberi qadha'
kepadaMu, sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan terhina, dan orang
yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Mahasuci Engkau wahai Tuhan kami dan
Mahatinggi Engkau." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini
hasan). Dan tidak diketahui dari Nabi shallallahu alaihi wasallam do'a qunut
yang lebih baik dari ini.
Dari
Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam
pada akhir shalat witir mengucapkan:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridhaMu dari kemurkaanMu,
dan dengan ampunanMu dari siksaMu dan aku berlindung kepadaMu daripada (murka
dan siksa)Mu, aku tidak (bisa) menghitung (banyaknya) pujian atasMu sebagaimana
pujianMu atas DiriMu Sendiri." (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan).
14. Tidak
memperhatikan sunnah.
Adalah
sunnah setelah salam dari shalat witir mengucapkan:
"Maha Suci Tuhan Yang Maha Menguasai dan Mahasuci." sebanyak
tiga kali. Ini berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dan Nasa'i dengan sanad
shahih. Tetapi, banyak orang yang tidak mengucapkannya. Untuk itu, para imam
dan penceramah perlu mengingatkan jama'ahnya dalam masalah ini.
15. Mendahului
imam.
Banyak
didapati para makmum mendahului imam dalam shalat tarawih dan shalat-shalat
lainnya, baik dalam memulai gerakan ketika ruku', sujud, berdiri atau duduk.
Ini adalah tipu daya setan dan salah satu bentuk peremehan terhadap masalah
shalat.
Ada
empat kondisi antara makmum dengan imamnya dalam shalat jama'ah. Satu
daripadanya dianjurkan dan tiga kondisi lainnya dilarang. Tiga kondisi yang dilarang
itu adalah makmum mendahului imam, menyelisihi (terlambat daripada)nya dan
menyamai (berbarengan dengan)nya. Adapun satu kondisi yang dianjurkan bagi
makmum yaitu mengikuti imam. Dalam shalatnya, para makmum dianjurkan langsung
mengikuti pekerjaan-pekerjaan shalat imamnya. Jadi, makmum tidak boleh
mendahului gerakan-gerakan imam, juga tidak boleh membarengi atau terlambat
daripadanya.
Orang
yang mendahului gerakan imam, shalatnya adalah batal. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:"Tidakkah takut orang yang
mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala
keledai atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai?" (Muttafaq
Alaih).
Hal
ini disebabkan oleh shalatnya yang jelek sehingga ia tidak mendapatkan pahala
daripadanya. Seandainya dia dianggap telah shalat tentu ia diharapkan
mendapatkan pahala. Dan tak diragukan lagi, pengubahan Allah kepalanya menjadi
kepala keledai adalah salah satu bentuk siksaanNya.
16. Makmum
membaca mushaf.
Sebagian
makmum ada yang membawa mushaf Al-Qur'an ketika shalat tarawih, mereka
mengikuti bacaan imam dengan melihat mushaf Al-Qur'an. Pekerjaan ini adalah
tidak disyari'atkan dan juga tidak didapatkan dalam amalan para salaf. Ia tidak
boleh dilakukan kecuali bagi orang yang ingin membetulkan imam jika salah.
Yang
diperintahkan kepada makmum adalah mendengarkan bacaan imam dengan diam. Hal
ini berdasarkan firman Allah, artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an
maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat."( Al A'raf: 204).
Imam
Ahmad berkata: "Banyak orang sepakat bahwa ayat ini maksudnya adalah
ketika dalam keadaan shalat". Lalu, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman
Al-Jibrin juga telah mengingatkan dalam"At- Tanbiihat 'Alal Mukhaalafati
Fis Shalah", beliau berkata: "Sesungguhnya pekerjaan ini (makmum
membaca mushaf Al-Qur'an ketika shalat) menjadikan makmum tidak khusyu' dan
tadabbur dalam shalatnya, karena itu ia termasuk pekerjaan sia-sia."
17. Mengeraskan
do'a qunut.
Sebagian
imam masjid mengeraskan suaranya ketika do'a qunut lebih dari yang seharusnya.
Padahal tidak diperkenankan mengeraskan suara kecuali sebatas agar bisa
didengar oleh makmum, dan sesungguhnya Allah berfirman, artinya: "Berdo'alah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al- A'raaf :
55).
Ketika
para sahabat mengeraskan suara saat bertakbir, seketika Rasulullah shallallahu
alaihi wasalam melarang mereka dari yang demikian, seraya bersabda: "Rendahkanlah
suaramu. Sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula
ghaib."(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
18. Memendekkan
bacaan shalat.
Sebagian
besar imam-imam masjid dalam shalat-shalat yang disyari'atkan tidak
memanjangkan bacaan seperti ketika shalat tarawih dan shalat kusuf (gerhana),
mereka tidak memanjangkan bacaan bahkan sebagiannya melakukan ruku', sujud,
bangun dari ruku' dan duduk antara dua sujud dengan sangat cepat.
Shalat
yang disyari'atkan adalah shalat yang sesuai dengan teladan dan petunjuk Nabi
shallallahu alaihi wasallam. Adapun ukuran ruku' dan sujud Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam adalah tak jauh berbeda dengan saat beliau berdiri.
Dan bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari
ruku', beliau diam berdiri (lama) sehingga seorang sahabat berkata beliau telah
lupa. Dan jika beliau mengangkat kepalanya dari sujud beliau duduk lama
sehingga ada sahabat yang berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah
lupa. Al-Bara' bin Azib radhiallahu anhu berkata: "Aku shalat
bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam maka aku dapati berdirinya, ruku'nya,
sujudnya dan duduknya antara dua sujud hampir sama (antara semuanya)". Dalam
riwayat lain disebutkan: "Tidaklah (beliau) berdiri kecuali hampir sama
dengan duduknya." Maksudnya, bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
memanjangkan berdirinya, maka beliau juga memanjangkan ruku', sujud dan duduk
antara dua sujud.
Sebaliknya,
jika beliau meringankan berdirinya (tidak terlalu lama) maka beliau juga
meringankan ruku', sujud dan duduk antara dua sujud. Akhirnya, semoga uraian
ini menjadi bahan renungan kita bersama di bulan yang mulia dan suci ini, sekaligus
bisa menghantarkan kita mengarungi kehidupan di bulan Ramadhan, baik dalam
ibadah maupun kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dituntunkan Nabi
shallallahu alaihi wasallam.
Mudah-mudahan
Allah meneguhkan iman Islam kita, mengampuni kita, orang tua kita dan segenap
kaum muslimin. Amin....